Tramadol merupakan obat anti-nyeri yang bekerja secara sentral (di otak) pada reseptor opioid maupun memodifikasi penghantaran sinyal nyeri dengan menghambat pengambilan kembali monoamin. Efek anti-nyeri pada manusia dimulai kira – kira 1 jam setelah konsumsi dan mencapai konsentrasi maksimal dalam 2 – 3 jam.
Obat ini diserap secara baik melalui saluran cerna dan sangat baik dalam pendistribusiannya termasuk ke plasenta dan air susu ibu. Hasil metabolismenya dikeluarkan melalui urin dengan waktu paruh eliminasi sekitar 6 jam.
Olehkarena fungsinya, obat ini diindikasikan untuk mengatasi nyeri dengan level sedang sampai berat. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien percobaan bunuh diri, alkoholisme, cedera kepala, kondisi dimana terdapat peningkatan tekanan dalam otak, gangguan fungsi ginjal yang berat, serta ibu menyusui.
Terdapat interaksi obat antara Tramadol dengan warfarin yang meningkatkan efek antikoagulan. Selain itu, kejadian kejang juga meningkat jika Tramadol diberikan bersamaan dengan obat golongan SSRI dan TCA (obat – obat anti-depresan). Penggunaan bersamaan dengan alkohol, opioid lain, agen anestesi, narkotik, phenothiazines, dan obat penenang dapat meningkatkan risiko depresi napas.
Penggunaan Tramadol juga perlu mendapat perhatian khusus pada pasien – pasien dengan hipotiroid, insufisiensi adrenokortikal, gangguan fungsi ginjal dan hati, riwayat kejang, myasthaenia gravis, depresi napas, pembesaran prostat, serta kehamilan.
Disamping efeknya sebagai anti-nyeri, konsumsi Tramadol dapat menyebabkan gejala – gejala sampingan seperti pusing, mual, konstipasi, berkeringan, dan gatal – gatal seperti pada penggunaan obat golongan opioid lainnya. Akantetapi, tidak seperti morfin, tramadol tidak menyebabkan pelepasan histamin. Selain itu, pada dosis yang sesuai, konsumsi Tramadol tidak akan memberikan efek pada frekuensi denyut jantung dan fungsi jantung kiri.
Efek samping lain yang mungkin dirasakan adalah sulit tidur, tekanan darah rendah, kejang, halusinasi, sampai yang terberat adalah depresi napas.
Terdapat sediaan oral, suppositoria, dan juga suntikan. Untuk dosis oral, 50 – 100 mg tiap 4 sampai 6 jam dapat diberikan untuk mengatasi nyeri sedang sampai berat dengan dosis maksimal hariannya adalah 400 mg. Untuk sediaan suntikan, dosis yang sama seperti sediaan oral juga dapat diberikan untuk mencapai efek yang sama.
Untuk mengatasi nyeri setelah operasi, dosis awal 100 mg kemudian dilanjutkan 50 mg tiap 10 sampai 20 menit jika dibutuhkan (sampai 250 mg untuk 1 jam pertama). Dosis pemeliharaannya adalah 50 – 100 mg tiap 4 sampai 6 jam dengan dosis maksimal adalah 600 mg per hari. Untuk sediaan suppositoria / lewat anus, 100 mg supp diberikan sampai 4 kali sehari.