Daftar isi
Imunisasi BCG (Bacillus of Calmette and Guerin) merupakan vaksin yang digunakan untuk mengurangi resiko menderita penyakit tuberculosis berat. Vaksin ini dibuat dari kuman M. Bovis yang sudah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit tapi diharapkan akan menimbulkan kekebalan tubuh terhadap kuman tuberkulosa. Vaksin ini ditemukan oleh Calmette dan Guerin di prancis. Vaksin ini pertama kali diberikan pada manusia pada tahun 1921
Vaksin ini umumnya diberikan pada bayi usia kurang dari 3 bulan dan diberikan dengan melakukan penyuntikan didalam lapisan kulit dengan dosis 0.05 cc. Pada bayi yang lebih besar umumnya diperiksa apakah mengidap tuberkulosa sebelum diberikan vaksin ini dengan cara pemberian yang sama.
Vaksinasi BCG melindungi anak dari kemungkinan mengidap penyakit tuberkulosa yang berat misalnya meningitis tb (radang selaput otak akibat kuman tuberkulosa). Penelitian membuktikan vaksinasi ini memberikan perlindungan pada anak hingga 80% namun penelitian yang ada tidak menunjukkan adanya perlindungan terhadap kejadian tuberkulosa paru pada remaja dan dewasa.
Tuberculosis adalah kuman yang dapat ditularkan melalui droplet saluran napas maupun ditularkan dari ibu ke janinnya. Pada negara maju dimana angka tuberculosis rendah, program ini bukan merupakan program rutin dan hanya diberikan vaksin bcg pada populasi yang beresiko. Di Indonesia, vaksinasi bcg diberikan rutin karena angka kejadian tbc masih tinggi.
Penyuntikan vaksin bcg didalam kulit ini akan menyebabkan timbulnya reaksi radang berupa benjolan kecil kemerahan yang akan berkembang menjadi bisul dan kemudian pecah menjadi borok kecil dan akhirnya akan meninggalkan luka bekas suntikan berbentuk jaringan parut. Imunisasi ini hanya diberikan sekali seumur hidup.
Reaksi serius ataupun yang mengancam jiwa jarang terjadi pada pemberian vaksin ini. Selain terjadinya jaringan parut, dapat ditemukan juga pembesaran kelenjar getah bening di ketiak maupun pada leher. Efek samping berupa bisul maupun benjolan akibat pembesaran kelenjar ini dapat bertahan hingga 3 bulan.
Keberhasilan vaksin ini tergantung dari status gizi anak, adanya penyakit yang mendasari, kondisi vaksin yang digunakan serta teknik penyuntikannya. Terdapat beberapa kontraindikasi pemberian vaksin ini antara lain pada anak yang menderita imunodefisiensi, gizi buruk, infeksi HIV, ataupun pada yang sedang mendapatkan terapi imun.