Penyakit kuning, dalam dunia medis dikenal sebagai ikterus atau jaundice, merupakan kondisi pewarnaan kekuning – kuningan pada kulit, bagian putih mata (sklera), dan lapisan selaput bening pada bagian tubuh lainnya. Kondisi ini disebabkan oleh peningkatan kadar zat warna hasil pemecahan sel darah merah, yang dikenal sebagai bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Kadar normal bilirubin dalam darah umumnya di bawah 1,2 mg/dL (25 μmol/L), penyakit kuning akan terjadi saat kadar bilirubin dalam darah lebih dari 2,5 mg/dL (50 μmol/L).
Kondisi ini diklasifikasikan kedalam tiga kategori berdasarkan lokasi terjadinya gangguan, yaitu: yang disebabkan oleh peningkatan proses pemecahan sel – sel darah merah atau hemolisis (pre-hepatik), gangguan pada organ liver (hepatik), dan yang disebabkan oleh gangguan pada saluran getah bening (post-hepatik)
Pengobatan pada penyakit kuning amat bergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya kondisi ini. Jika penyakit kuning diakibatkan oleh suatu proses infeksi, seperti halnya infeksi malaria, maka penderita memerlukan obat antibiotik, jika penderita menderita infeksi hepatitis maka penderita perlu perawatan simptomatik serta tirah baring (terutama pada infeksi hepatitis A) dan kadang juga memerlukan pemberian obat antiviral (pada infeksi hepatitis B dan C) di antaranya berupa: lamivudine, adefovir, tenofovir, telbivudine, dan entecavir. Selain obat antiviral, terdapat pula obat berupa modulator sistem imun, yaitu interferon alpha-2a dan PEGylated interferon alpha-2a. Jika penyakit yang mendasari berupa obstruksi atau sumbatan (batu empedu, atresia bilier, pseudokista pankreas), maka diperlukan tata laksana berupa prosedur pembedahan. Pada kasus neonatal jaundice, kondisi ini kadang dapat membaik dengan sendirinya tanpa pengobatan apapun. Tata laksana yang dapat dilakukan pada kasus neonatal jaundice berupa pemaparan terhadap cahaya ultraviolet (fototerapi), dan pada kasus berat memerlukan penanganan berupa transfusi tukar.