Daftar isi
Autisme merupakan kumpulan kelainan yang beragam dari segi penyebab dan manifestasi klinisnya, dengan diagnosis berdasarkan manifestasi perilaku yang kompleks (gangguan bersosialisasi, gangguan berkomunikasi, serta perilaku yang terbatas berulang dan stereotipe). Untuk mendiagnosis autisme tidaklah mudah karena tidak ada pemeriksaan penunjang seperti darah untuk membantu diagnosis autisme. Diagnosis autisme sendiri dibuat berdasarkan observasi terhadap perilaku dan tumbuh kembang anak.
Autisme sendiri kadang dapat dideteksi sejak anak berumur 18 bulan atau bahkan lebih awal. Akantetapi, baru setelah usia 2 tahun diagnosis autisme, berdasarkan pengamatan oleh ahli, dapat ditegakkan secara lebih pasti. Sayangnya, banyak anak – anak baru terdiagnosis menderita autisme ketika sudah berusia lebih dewasa. Keterlambatan ini berarti anak tersebut terlambat mendapat penanganan yang tentunya berdampak terhadap kehidupannya selanjutnya.
Para ahli genetik berpendapat bahwa untuk mendiagnosis seorang anak autis atau tidak diperlukan 2 tahap yaitu skrining perkembangan dan evaluasi diagnostik yang komprehensif.
Terdapat 3 area yang mengalami kelainan pada anak dengan autisme yaitu interaksi sosial, komunikasi (verbal maupun non-verbal), serta perilaku dan ketertarikan terhadap sesuatu. Setiap anak memiliki pola autismenya masing – masing. Gejala yang penting dan khas ada pada anak dengan autis adalah gangguan dari interaksi sosialnya. Pada usia bayi, bayi dengan autisme mungkin tidak merespon terhadap orang atau hanya berfokus pada satu hal saja untuk periode yang cukup lama. Anak dengan autisme juga sulit untuk mengerti / memahami pikiran dan perasaan orang lain karena ketidakmampuannya dalam memahami intonasi serta ekspresi dalam berbicara.
Anak dengan autisme juga terlihat melakukan gerakan yang berulang seperti berputar – putar atau perilaku yang menyakiti diri sendiri seperti membenturkan kepala, menggigit. Salah satu yang juga biasanya ditemui pada anak dengan autisme adalah keterlambatan dalam berbicara. Selain itu, olehkarena kemampuan sosialnya yang buruk, anak dengan autisme tidak tahu cara untuk bermain bersama dengan anak lainnya.
Beberapa hal dapat menjadi indikator sebagai skrining awal pada anak dengan autisme. Tentunya dengan adanya indikator ini, anak tersebut harus menjalani evaluasi yang lebih komprehensif oleh ahli. Indikator tersebut merupakan keterlambatan – keterlambatan tumbuh kembang seperti belum dapat menunjuk atau berkata – kata pada usia 1 tahun, belum dapat menyusun 2 kata pada usia 2 tahun, tidak merespon terhadap panggilan nama, kontak mata yang buruk, tidak adanya kemampuan bersosialisasi, memiliki dunianya sendiri dengan bermain dengan mainannya, tidak adanya senyuman atau respon terhadap lingkungan sekitar.
Indikator diatas merupakan indikator yang dapat ditemui dari awal – awal, sedangkan gejala seperti ketidakmampuan berteman, bersosialisasi / mengobrol, preokupasi terhadap sesuatu benda atau subjek, tidak fleksibel terhadap ritual / kegiatan rutin tertentu, ketertarikan yang terbatas terhadap hal – hal tertentu merupakan indikator yang ditemui pada anak autis yang tidak didiagnosis secara dini.
Evaluasi oleh psikolog, neurologis, psikiatri, dan profesional lain yang ahli dalam bidang autisme diperlukan untuk mendiagnosis anak dengan autisme. Tentunya, evaluasi seperti tes pendengaran juga perlu dilakukan terlebih dahulu karena gangguan pendengaran dapat membuat seorang anak terganggu bicaranya.
Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Akantetapi para ahli mengemukakan bahwa faktor genetik dan lingkungan yang kompleks memegang peranan dalam menyebabkan autisme. Penyebab autisme dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu primer dan sekunder. Autisme primer merupakan autisme yang tidak diketahui penyebabnya. Autisme sekunder merupakan autisme yang disebabkan oleh faktor medis dan lingkungan yang kemudian meningkatkan risiko autisme. Kasus terbanyak adalah autisme primer yang mencapai hampir 90% kasus autisme. Faktor genetik seperti mutasi genetik tertentu dapat membuat seorang anak menjadi autis. Kelainan pada perkembangan otak dan sistem saraf juga salah satu faktor yang meningkatkan risiko terjadinya autisme pada anak.
Tidak ada pengobatan definitif terhadap autisme. Pendekatan – pendekatan yang dilakukan merupakan suatu upaya untuk mengurangi disabilitas dari pasien dengan autisme. Para ahli sepakat bahwa semakin awal intervensi dilakukan, semakin baik keluaran yang didapatkan. Intervensi dari segi edukasi / tingkah laku untuk melatih kemampuan sosial dan berbahasa, obat – obatan tertentu untuk mengatasi gejala terkait autisme (ansietas, depresi, kelainan obsesif kompulsif) seperti antipsikotik, sampai modifikasi diet dapat membantu meringankan gejala dari pasien autisme.