Pajak progresif adalah pajak yang sistem pemungutannya dengan cara menaikkan persentase kena pajak yang harus dibayar sesuai dengan kenaikan objek pajak. Dalam sistem perpajakan di Indonesia, paling tidak, terdapat 2 (dua) jenis pajak yang menerapkan sistem pajak progresif, yaitu (i) Pajak Penghasilan; dan (ii) Pajak Kendaraan Bermotor.
Pajak memiliki peran penting, selain berfungsi sebagai sumber pendapatan negara juga memiliki fungsi distribusi (pemerataan) pendapatan. Pajak Penghasilan orang pribadi merupakan salah satu instrumen dalam rangka mengatasi kesenjangan distribusi pendapatan antara orang (masyarakat) yang memiliki penghasilan tinggi dan yang memiliki penghasilan rendah. Oleh karena itu, tarif Pajak Penghasilan pribadi di Indonesia mengenal tarif pajak progresif di mana semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pula tarif Pajak Penghasilannya.
Sementara itu, kebijakan tarif Pajak Kendaraan Bermotor juga diarahkan untuk mengurangi tingkat kemacetan di daerah perkotaan dengan memberikan kewenangan daerah untuk menerapkan tarif pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya. Artikel ini merupakan pembahasan lebih lanjut dari artikel yang membahas mengenai Pajak Kendaraan Bermotor. Dengan demikian, fokus pembahasan artikel ini adalah mengenai penerapan pajak progresif terhadap Pajak Kendaraan Bermotor.
INFORMASI UMUM TERKAIT PAJAK PROGRESIF ATAS PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
1. Wajib Pajak
Sebagai contoh untuk penerapan pajak progresif atas Pajak Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan (3) Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor (“Perda DKI No. 8 Tahun 2010”), Wajib Pajak pajak progresif terhadap Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi yang memiliki kendaraan bermotor.
2. Objek Pajak
Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU No. 28 Tahun 2009”) mengatur bahwa pajak progresif dikenakan terhadap kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama. Pajak progresif untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan menjadi kendaraan roda kurang dari 4 (empat) dan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih. Sebagai contoh, orang pribadi yang memiliki 1 (satu) kendaraan bermotor roda 2 (dua), 1 (satu) kendaraan bermotor roda 3 (tiga) dan 1 (satu) kendaraan bermotor roda 4 (empat), masing-masing diperlakukan sebagai kepemilikan pertama sehingga tidak dikenakan pajak progresif.
3. Rumus Perhitungan Pajak Progresif atas Pajak Kendaraan Bermotor
a. Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu:
(i). Nilai Jual Kendaraan Bermotor (harga pasaran umum); dan
(ii). Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor yang dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar dari 1 (satu) (“Bobot”).
Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan di luar jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hanya Nilai Jual Kendaraan Bermotor.
b. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor
Mengambil contoh penerapan pajak progresif atas Pajak Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta, Pasal 7 ayat (1) Perda DKI No. 8 Tahun 2010 ditetapkan sebagai berikut:
(i). Sebesar 1,5% (satu koma lima persen), untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama;
(ii). Sebesar 2% (dua persen), untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua;
(iii). Sebesar 2,5% (dua setengah persen), untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga; dan
(iv). Sebesar 4% (empat persen), untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat dan seterusnya.
4. Pelaporan
Agar Wajib Pajak terhindar dari pajak progresif atas Pajak Kendaraan Bermotor terhadap kendaraan bermotor yang telah dialihkan (misalnya dengan cara penjualan) kepada pihak lain maka dalam praktik, Wajib Pajak tersebut dapat memperjanjikan pemilik baru/pembeli kendaraan bermotor tersebut untuk segera melakukan balik nama atas nama dirinya.
Selain itu, dalam praktik, Wajib Pajak tersebut dapat melaporkannya ke Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Dinas Pelayanan Pajak Pemerintah Provinsi tempat kendaraan bermotor yang telah dialihkan tersebut terdaftar. Hal tersebut dilakukan 30 (tiga puluh) hari setelah pengalihan kendaraan bermotor dilakukan.
Wajib Pajak tersebut mengajukan surat pernyataan yang form nya tersedia di Samsat terkait. Setelah form surat pernyataan tersebut diisi dengan lengkap dan benar, Wajib Pajak menandatanganinya di atas meterei Rp 6.000,00. Selain itu, Wajib Pajak juga harus melengkapinya dengan fotokopi KTP dan Kartu Keluarga.
Artikel ini akan memberikan simulasi tata cara menghitung Pajak Progresif atas Pajak Kendaraan Bermotor dengan contoh kasus sebagai berikut:
Yuda Sengara memiliki 1 (satu) unit mobil jenis sedan merk ABC dengan tipe XYZ tahun pembuatan 2013 (“Mobil I”) dan 1 (satu) unit mobil jenis jeep merk DEF dengan tipe OPQ dengan tahun pembuatan 2013 (“Mobil II”). Kedua mobil tersebut didaftarkan atas namanya dan alamatnya di Kotamadya Jakarta Selatan. Bagaimanakah tata cara perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor terutang untuk 1 (satu) tahun pajak?
Jawab:
Setelah diketahui bahwa Mobil I memiliki Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebesar Rp 150.000.000,00 dengan koefisien Bobot senilai 1;
Setelah diketahui bahwa Mobil II memiliki Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebesar Rp 300.000.000,00 dengan koefisien Bobot senilai 1;
Maka perhitungannya adalah:
Mobil I = (Rp 150.000.000,00 x 1) x 1,5% = Rp 2.250.000,00 (Dua Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
Mobil II = (Rp 300.000.000,00 x 1) x 2% = Rp 6.000.000,00 (Enam Juta Rupiah)
Dengan demikian, total Pajak Kendaraan Bermotor terutang untuk 1 (satu) masa pajak yang wajib dibayarkan Yuda Sengara adalah sebesar Rp 8.250.000,00 (Delapan Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu).