Daftar isi
Disleksia berasal dari bahasa Yunani di mana 'dis-' yang berarti sulit, sedangkan 'lexicon' yang berarti kata. Dari asal katanya tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa disleksia adalah ganguan dari susunan saraf pusat sehingga menyebabkan penderita sulit untuk dapat membaca. Di Indonesia, disleksia disebut juga dengan gangguan membaca khas dan masuk ke dalam salah satu gangguan perkembangan belajar khas. Pada penderita disleksia tidak terjadi gangguan untuk tingkat kepadaian. Disleksia lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Disleksia juga dapat ditemukan bersamaan dengan gangguan lainnya, yaitu gangguan pemusatan perhatian / hiperaktif (GPPH) atau dikenal juga dengan attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD), gangguan berbahasa, gangguan mengucapkan kata dengar benar dan alergi terhadap makanan atau minuman tertentu.
Pada penderita gangguan disleksia, gejala yang dapat ditemukan adalah kesulitan untuk dapat membaca dengan lancar. Gejala ini mulai dapat ditemukan saat penderita memasuki usia sekolah dan mulai belajar membaca. Seringkali, guru-guru dan orang tua mengira penderita hanya kurang latihan membaca sehingga tidak lancar dan salah dalam membaca. Padahal, kesulitan membaca tetap dialami walaupun penderita telah diajarkan cara membaca dengan baik. Selain itu, penderita juga sering melakukan kesalahan dalam membaca soal-soal yang diberikan sehingga nilainya tidak terlalu bagus.
Pada penderita gangguan disleksia, tidak ditemukan adanya gangguan terhadap tingkat kepandaian, tidak ditemukan adanya gangguan terhadap pengelihatan, tidak ada gangguan terhadap pendengaran, dan sehat secara fisik.
Seriring dengan semakin kompleksnya tingkat pembelajaran, gejala disleksia akan semakin kelihatan. Walaupun begitu, gangguan ini belum dikenali secara luas sehingga penderita seringkali dianggap mengalami gangguan terhadap tingkat kepandaiannya atau malas belajar. Hingga saat ini, telah ditemukan beberapa alat bantu untuk dapat melakukan mengenali dan menyaring penderita, bahkan untuk anak-anak yang belum memasuki usia sekolah.
Terdapat beberapa tipe dari disleksia, yaitu :
A. Disleksia Perifer
Pada tipe ini, penderita tidak membaca atau salah membaca 1-2 huruf pertama sebuah kata. Contohnya:
Pada tipe ini, penderita kesulitan untuk membaca beberapa kata secara berurutan. Penderita merasa huruf-huruf dalam kata tersebut berpindah-pindah dan membentuk kata baru. Contohnya: pada kata 'malas' dan 'salam' dibaca menjadi 'malam'.
Pada tipe ini, penderita tidak dapat membaca huruf sesuai dengan fonetiknya atau bunyi yang dihasilkan oleh manusia, tetapi sesuai dengan nama huruf tersebut. Disleksia tipe ini lebih mudah dicontohkan ke dalam bahasa Inggris karena nama huruf dan pelafalan huruf dalam bahasa Inggris berbeda. Contohnya: pada kata 'van' huruf V dibaca 'VEH' , namun oleh penderita dibaca menjadi 'VEE' seperti pada penamaan huruf tersebut.
B. Disleksia tipe Sentral
Menurut teori dual route, terdapat 2 rute untuk dapat membaca sebuah bacaan, yaitu:
Rute ini bertanggung jawab terhadap pengenalan bentuk huruf dan pelafalan huruf. Rute ini menyebabkan seseorang dapat membaca sebuah kata yang ada dan tidak ada dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan pengalaman pembelajaran.
Rute ini menyebabkan seseorang dapat membaca kata yang ada dalam bahasa Indonesia tetapi tidak dapat membaca dengan baik kata yang tidak ada dalam bahasa Indonesia.
Pada disleksia tipe ini, pemahaman terhadap isi dari bacaan buruk akan tetapi penderita masih dapat membaca kata-kata dari bacaan dengan baik.
Pada disleksia tipe ini, penderita akan membaca kata-kata yang sudah dikenal dan diketahui seakan-akan kata tersebut sulit. Kata tersebut lalu dicoba untul dibaca dengan cara mengeja atau mengelompokkanya ke dalam suku kata agar lebih mudah.
Pada disleksia ini, penderita kesulitan untuk membaca kata baru dan kata yang baru dikenal. Tipe disleksia ini berlawanan dengan disleksia tipe surface.
Pada disleksia tipe ini, penderita lebih mudah untuk membaca kata-kata yang memiliki bentuk secara nyata dan dapat dibayangkan, seperti 'buku' dan 'rumah', daripada kata-kata yang bersifat lebih abstrak, seperti 'kejujuran' dan 'keadilan'.
Penyebab dari gangguan disleksia dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
Hingga saat ini, tidak ada pengobatan yang dapat digunakan untuk mengobati dan menghilangkan gangguan disleksia. Disleksia akan diderita seumur hidup. Penderita disleksia perlu belajar untuk mengenali kelemahan dan kelebihan dirinya masing-masing dalam membaca dan menggunakannya untuk membantu mengatasi kesulitannya membaca.
Penderita dengan disleksia memerlukan program dan teknik pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan penderita. Selain itu, belajar bersama dalam kelompok dengan dikombinasikan dengan permainan yang menarik dapat membantu agar penderita mau belajar membaca dan kegitan tersebut jadi terasa lebih menyenangkan. Penderita tidak perlu berkecil hati, karena menderita disleksia bukan berarti bodoh ataupun tidak berguna. Beberapa orang terkenal juga diketahui menderita disleksia, yaitu Thomas Edison yang merupakan penemu lampu.
Selain itu, orang tua dari penderita juga perlu memahami apa yang dirasakan dan dialami oleh penderita. Hal lain yang juga dapat dilakukan adalah konseling oleh tenaga ahli pada orang tua, saudara, dan penderita. Seluruh anggota keluarga akan duduk bersama untuk mengenal disleksia, membahas pertanyaan dan masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari dan mencari solusi yang dapat dilakukan. Yang sering terjadi adalah keluarga masih sulit untuk menerima, menolak, takut, dan marah ketika ada anggota keluarganya yang pertama kali didiagnosis menderita gangguan ini. Dukungan keluarga terhadap penderita dapat memberikan efek positif pada anak dan meningkatkan kemampuan membaca penderita. Rasa frustrasi yang dirasakan oleh penderita sebaiknya dikenal sedini mungkin karena apabila terlambat dapat menimbulkan gangguan perilaku.
Sumber : 1. Richlan, F. Developmental Dyslexia : Dysfunction of Left Hemisphere Reading Network. 2012 2. Al-Shidhani, TA. Arora, V. Understanding Dyslexia in Children Through Human Development Theory. 2012