Kwasiorkor (busung lapar) adalah salah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan ketidakcukupan asupan protein. Kwasiorkor paling banyak ditemui pada anak – anak, terutama usia 1 – 4 tahun. Kwasiorkor berbeda dengan marasmus, yaitu ketidakcukupan asupan kalori. Kedua kondisi tersebut dapat terjadi bersamaan (defisiensi energi – protein) dan disebut marasmus – kwasiorkor.
Seperti gejala malnutrisi lain, gejala awal kwasiorkor berupa anak yang kelelahan, mengantuk, dan rewel. Jika kekurangan protein terus terjadi, dapat timbul gejala – gejala lain yaitu:
Kwasiorkor disebabkan oleh defisiensi protein berat yang kronis. Kondisi ini paling sering ditemui pada anak yang tinggal di daerah kurang mampu dan orang tua dengan tingkat pendidikan rendah. Kwasiorkor sering ditemui pada anak yang berhenti diberikan ASI ketika orang tua memiliki anak lagi. ASI mengandung protein yang sangat baik untuk pertumbuhan anak, sehingga pemberhentian ASI tanpa penggantian dengan sumber protein lain yang cukup dapat menyebabkan kwasiorkor. Faktor pengetahuan dan sosial – ekonomi berperan dalam terjadinya kwasiorkor. Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah kurang memahami sumber makanan yang seimbang untuk anaknya, sehingga umumnya anak diberikan makanan yang tinggi karbohidrat dan kalori namun kurang protein. Selain itu, ketidakmampuan orang tua untuk membeli makanan yang cukup gizi juga dapat berperan.
Pengobatan gizi buruk dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase stabilisasi (hari ke 1 – 2), fase transisi (hari ke 3 – 7), dan fase rehabilitasi (minggu ke 2 – 6). Selama semua fase tersebut, anak perlu diberikan stimulasi sensorik berupa ungkapan kasih saying, lingkungan yang ceria, terapi bermain, dan keterlibatan ibu.
Pada fase stabilisasi, diberikan pengobatan terhadap hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan gangguan elektrolit. Hipoglikemia diatasi dengan pemberian larutan gula 10%. Hipotermia diatasi dengan pemberian pakaian yang memadai atau pemanas. Dehidrasi diatasi dengan pemberian cairan minum atau melalui selang hidung; jika dehidrasi berat diberikan cairan melalui pembuluh darah (intravena).
Pada fase transisi, dilakukan pengobatan terhadap infeksi, pemberian makanan awal, dan penggantian nutrisi mikro (tanpa zat besi). Semua anak gizi buruk dianggap menderita infeksi sehingga perlu diberikan antibiotik. Penggantian nutrisi mikro dilakukan dengan pemberian suplemen multivitamin, asam folat, seng, tembaga, dan vitamin A. Makanan awal diberikan dalam bentuk Formula-75 (F-75) dalam jumlah sedikit tetapi sering dengan penambahan bertahap per hari.
Pada fase stabilisasi, diberikan makanan tumbuh kejar, penggantian nutrisi mikro yang ditambah zat besi, serta persiapan pulang. Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah kembalinya nafsu makan dan berkurangnya pembengkakan. Pada tumbuh kejar, makanan diganti menjadi Formula-100 (F-100), yaitu formula makanan dengan kadar energi dan protein yang lebih tinggi.