Daftar isi
Sindroma Down adalah kelainan genetik yang paling sering terjadi, paling dikenal, dan paling sering menyebabkan kecacatan inteligensia. Sindroma Down adalah kumpulan gejala yang disebabkan kelainan genetik. Gejala-gejala tersebut ditemukan sejak lahir dan tidak ditemukan secara seragam pada penderita. Sindroma Down dikenal juga sebagai trisomi 21 yang menjelaskan dasar genetik terjadinya kelainan ini.
Kelainan yang tampak pada wajah anak dengan sindroma Down adalah bentuk kepala yang mendatar pada bagian depan (wajah) dan belakang, tulang kepala lebih kecil dari ukuran normal, telinga yang letaknya lebih rendah, hidung kecil, batang hidung tertekan ke dalam, lidah agak menjulur, lengkung langit-langit mulut yang lebih tinggi, kelainan gigi, leher pendek dan lebar.
Kelainan fisik pada sindroma Down meliputi anggota gerak (lengan dan tungkai) lebih pendek, tangan pendek dan lebar, ruas kedua jari kelingking yang pendek, garis tangan simian (tampak pada 60% penderita), hiperfleksibilitas sendi, tegangan otot yang lemah, kulit kering, penuaan dini, IQ bervariasi tetapi biasanya di bawah nilai normal, dan kelainan jantung bawaan. Secara spesifik kelainan pada mata dapat ditemukan kelainan pada iris, gangguan refraksi lensa mata (seperti minus/miopia, plus/hipermetropia, atau silinder) didapatkan pada 50% penderita, strabismus (juling) pada 44% penderita, radang kelopak mata dan selaput luar mata, saluran air mata yang tidak sempurna, dan katarak kongenital. Kelainan pada gigi dapat berupa hilangnya sebagian gigi, gigi tidak berkembang sempurna, terlambatnya tumbuh gigi, dan ukuran gigi lebih kecil. Bibir dapat pecah-pecah terutama bibir bawah, pecah-pecah di sudut mulut, lidah memiliki lekukan dalam,bernapas sering dengan mulut disertai mengeluarkan liur.
Sekitar 13-14% pada pemeriksaan rontgen ditemukan memiliki kelainan pada tulang belakang bagian leher, yaitu pada sendi antara tulang leher kesatu dan kedua tidak stabil tetapi tidak ada gejala. Hanya 1-2% anak menunjukkan gejala dan membutuhkan pengobatan karena sendi yang tidak stabil ini. Gejala yang dapat muncul berkaitan dengan masalah ini adalah mudah lelah, nyeri leher, pergerakan leher terbatas, kepala condong ke samping, leher miring ke kiri/kanan, sulit berjalan, perubahan cara berjalan, gangguan gerakan motorik, koordinasi tubuh tidak baik, pengurangan kepekaan terhadap rangsangan, tubuh bagian atas lemah. Pada kasus yang sangat jarang gejala berkembang menjadi kelumpuhan, baik lumpuh kedua tungkai, lumpuh sebelah bagian tubuh (kanan/kiri), lumpuh keempat anggota gerak atau kematian. Jarak antara kedua puting susu lebih dekat dan perut tampak menonjol, kadang terdapat hernia pada pusar. Kelainan lain dapat berupa kelainan saluran cerna, misal kelainan struktur usus, anus tidak berlubang. Ginjal memiliki bentuk dan struktur tidak normal dan alat kelamin berukuran kecil. Pada jari-jari kaki tampak terdapat jarak ibu jari kaki dan telunjuk lebih lebar.
Pada sistem saraf pusat, kelainan yang terjadi adalah retardasi mental dengan IQ berkisar antara 20 sampai 85 (rata-rata 50). Kelemahan otot terlihat pada bayi baru lahir yang makin lama makin menurun. Gangguan lain adalah gangguan pengucapan kata dan henti napas yang terjadi saat tidur yang sering menyebabkan otak kekurangan oksigen.
Perilaku anak dengan sindroma Down umumnya cukup ramah, periang, lembut, sabar, toleran, dan mempunyai spontanitas tinggi. Hanya sedikit penderita menunjukkan kecemasan berlebihan dan keras kepala. Kebanyakan anak tidak menderita kelainan kejiwaan atau tingkah laku. Hanya 18-38% disertau kelainan kejiwaan atau tingkah laku. Kelainan tersebut antara lain gangguan pemusatan perhatian, hiperaktivitas, gangguan perilaku seperti suka melawan, autisme, depresi, obsesif-kompulsif, dan psikosis.
Penuaan dini yang terjadi ditandai menurunnya tegangan kulit, rambut lebih cepat beruban dan rontok, katarak, ganggua pendengaran, gangguan kelenjar gondok, kejang-kejang, tumor, penyakit degeneratif pembuluh darah, dan meningkatnya risiko terkena dementia tipe Alzheimer.
Anak-anak dengan sindroma Down memiliki risiko lebih tinggi terkena leukemia jenis Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) dan Acute Myeloid Leukemia (AML). Risiko relatif terkena leukemia pada lima tahun pertama 56 kali lipat lebih besar daripada anak-anak normal. Kurang lebih 1 dari 150 penderita sindroma Down terkena leukemia. Selain itu penderita sindroma Down memiliki risiko 12 kali lipat terkena berbagai penyakit infeksi, seperti radang paru-paru karena rendahnya daya tahan tubuh.
Dasar kelainan genetik pada sindroma Down adalah kelainan kromosom. Kromosom adalah bagian dari sel yang merupakan deretan panjang molekul seperti rantai atau benang yang berupa satu molekul DNA.Benang kromosom memiliki rantai panjang dan rantai pendek yang dipisahkan oleh inti di tengahnya.
Pada sindroma Down terdapat kelebihan salinan gen pada kromosom ke-21. Hal ini menyebabkan gen-gen tersebut diekspresikan secara berkebihan. Kromosom pada manusia normal terdiri dari 46 pasang kromosom, dengan penulisan 46,XX pada wanita dan pada pria 46, XY. Sindroma Down memiliki kelebihan 1 kromosom sehingga penulisan genetik kromosomnya adalah 47, XX+21 atau 47,XY+21. Pada 1-2% pasien dapat terdapat sebagian sel tubuh normal sementara sebagian sel memiliki kelebihan kromosom (46,XX/47,XX, +21) yang disebut mosaic Down syndrome.
Penambahan satu kromosom ini disebabkan karena mekanisme yang disebut trisomi 21, yaitu tidak berpisahnya benang kromosom yang seharusnya berpisah sebelum menggabungkan diri (pada saat pembuahan) sehingga terdapat salinan ekstra kromosom ke-21. Mekanisme lain disebut Robertsonian translocation, yaitu salah satu orang tua memiliki jenis kromosom di mana lengan panjang kromosom ke 21 menempel pada kromosom lain, biasanya kromosom ke-14. Orang tua tersebut normal. Pada saat terjadi pembuahan maka dapat menghasilkan anak dengan kelebihan kromosom ke-21. Hal ini adalah penyebab 2-3% sindroma Down. Orang tua yang memiliki kelainan ini dapat ayah maupun ibu.
Deteksi dini sindroma Down dapat dilakukan pada saat kehamilan dengan cara amniocentesis (mengambil cairan ketuban), sampel jonjot ari-ari, atau pada pembuahan di luar seperti bayi tabung, sebelum hasil pembuahan ditanamkan ke rahim maka gen diperiksa dahulu.
Pada anak penderita sindroma Down, pemeriksaan fisik lengkap perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan organ. Kelainan organ yang mengancam jiwa, seperti kelainan jantung bawaan, kelainan saluran cerna, dan kelainan tulang belakang bagian leher harus segera ditangani terutama yang memerlukan tindakan pembedahan. Katarak kongenital pada mata juga harus segera ditangani.
Tidak ada pengobatan medis untuk retardasi mental yang berkaitan dengan sindroma Down tetapi fisioterapi dapat dilakukan untuk meningkatkan kemandirian anak.
Faktor risiko berikut dapat menyebabkan memiliki anak dengan sindroma Down :
Usia kehamilan yang tepat dan konseling genetik dapat dilakukan untuk pencegahan.