Tekanan darah adalah kekuatan yang berasal dari aliran darah melawan setiap unit area pada dinding pembuluh darah. Kekuatan tersebut diukur dengan satuan milimeter air raksa (mmHg) dengan alat yang disebut manometer air raksa. Hasil pengukuran tekanan darah dituliskan berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.
Ketika jantung berdenyut maka darah dipompakan ke seluruh tubuh lewat pembuluh nadi dan menghasilkan suatu kekuatan/dorongan aliran darah pada dinding pembuluh nadi, inilah yang disebut tekanan darah sistolik. Tekanan darah diastolik adalah tekanan yang melambangkan tekanan/dorongan yang ditimbulkan aliran darah pada dinding pembuluh nadi pada saat jantung istirahat (antar denyut/antar kontraksi jantung). Jadi bila tekanan darah sistolik adalah 120 mmHg dan tekanan darah diastolik adalah 80 mmHg maka tekanan darah adalah 120/80 mmHg.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu kondisi di mana tekanan darah sistolik seseorang mempunyai nilai lebih tinggi dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolik memiliki nilai lebih tinggi dari 90 mmHg. Pengertian ini berlaku secara internasional yang dicetuskan dalam The Seventh Report of The Joint National Comittee on Prevention, Detection, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII).
Berikutnya JNC VII membuat klasifikasi tekanan darah lebih rinci, yaitu:
1. Tekanan darah normal adalah tekanan darah sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg;
2. Prehipertensi adalah tekanan darah sistolik 120-139 mmHg atau tekanan darah diastolik 80-89 mmHg;
3. Hipertensi stage 1 adalah tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90-99 mmHg;
4. Hipertensi stage 2 adalah tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik lebih dari 100 mmHg.
Klasifikasi di atas disimpulkan berdasarkan rata-rata dari 2 atau lebih pengukuran tekanan darah yang dilakukan pada 2 atau lebih kunjungan setelah pengukuran awal.
Untuk kepentingan klinis, dikenal pula istilah krisis hipertensi, yaitu tekanan darah lebih dari 180/120 mmHg yang diklasifikasikan lagi menjadi hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi adalah keadaan di mana tekanan darah mencapai lebih dari 180/120 mmHg disertai bukti adanya gangguan fungsi progresif organ target akut. Organ target adalah organ yang fungsinya dipengaruhi tekanan darah, yaitu otak, jantung, dan ginjal. Pada kasus hipertensi emergensi tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam secara bertahap. Hipertensi urgensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah lebih dari 180/120 mmHg tanpa kerusakan progresif organ target dan penurunan tekanan darah dilakukan dalam hitungan jam sampai hari.
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko untuk terjadinya stroke, serangan jantung, penyakit pembuluh darah, dan penyakit ginjal kronis. Dari penelitian yang dilakukan di Amerika dengan subjek penelitian lebih dari 1 juta orang menunjukkan kematian yang diakibatkan stroke dan penyakit jantung iskemik (serangan jantung) meningkat secara linear sesuai kenaikan tekanan darah. Risiko meningkat pada kelompok usia 40-89 tahun. Setiap kenaikan tekanan darah sistolik 20 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik 10 mmHg terjadi kenaikan risiko kematian akibat stroke dan serangan jantung sebanyak dua kali lipat. Penelitian Framingham Heart Study menunjukkan bahwa orang dengan tekanan darah 130-139/85-89 mmHg mempunyai risiko lebih dari dua kali orang dengan tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg untuk terkena penyakit jantung dan pembuluh darah.
Menurut survei di Amerika Serikat, dari semua penderita tekanan darah tinggi, 78% menyadari mereka memiliki tekanan darah tinggi, 68% berobat untuk tekanan darah tinggi, dan 64% dari penderita yang berobat memiliki tekanan darah tinggi yang terkontrol. Tekanan darah tinggi adalah suatu faktor risiko penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah yang dapat dimodifikasi, artinya bila ditangani secara tepat dan tekanan darah terkontrol risiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah dapat menurun.
Gejala klinis tidak selalu ada pada orang dengan tekanan darah tinggi. Karena pada umumnya tekanan darah tinggi ini terjadi secara kronis dan tubuh melakukan penyesuaian. Nyeri kepala tidak selalu ada, biasanya muncul pada keadaan tekanan darah naik secara mendadak atau tekanan darah mencapai nilai di mana penyesuaian tubuh (terutama penyesuaian dengan aliran darah ke otak) sudah mencapai batas maksimal dan bila tekanan darah tetap naik maka akan terjadi kerusakan berbagai organ tubuh. Gejala klinis yang perlu diperhatikan adalah gejala kerusakan organ target progresif.
Gejala kerusakan organ target pada tekanan darah tinggi adalah :
1. Jantung : sesak napas pada aktivitas yang makin lama makin berat dan terasa saat istirahat, bengkak pada tungkai, nyeri dada terasa seperti tertekan/tertimpa benda berat/diperas yang menjalar ke lengan, pundak, leher, rahang sebelah kiri dapat disertai keringat dingin
2. Otak : lumpuh anggota gerak sebelah tubuh (kiri/kanan), bicara menjadi rero, nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran
3. Penyakit ginjal kronis : pucat, sesak napas, lemah badan
4. Penyakit arteri perifer : cepat lelah dan nyeri bila berjalan, rasa kesemutan pada kaki, nyeri/kram pada otot pinggul, paha, betis setelah aktivitas, dingin pada kaki, perubahan warna kaki, luka pada kaki tak kunjung sembuh, pertumbuhan kuku lebih lambat, tidak ada denyut/ denyut nadi lemah pada kaki dan tungkai.
5. Retinopati : gangguan penglihatan
Tekanan darah tinggi (hipertensi) dibedakan menjadi hipertensi primer atau esensial yang merupakan 95% dari pasien hipertensi dan hipertensi sekunder.
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor itu adalah:
Hipertensi esensial adalah kelainan poligenik, artinya penderita memiliki beberapa subset gen yang menyebabkan kenaikan tekanan darah dan termasuk gen yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi, misalnya obesitas, gangguan kadar lemak darah, dan resistensi terhadap insulin.
Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang diakibatkan penyakit/kelainan pada organ tertentu. Jenis hipertensi sekunder antara lain :
1. Hipertensi pada penyakit ginjal akut maupun kronis;
2. Hipertensi karena kelainan pembuluh darah ginjal;
3. Hipertensi pada pengeluaran berlebihan hormon aldosteron;
4. Hipertensi pada tumor kelenjar adrenal.
Setelah dinyatakan diagnosis hipertensim maka terapi hipertensi dengan obat-obatan dilakukan sesuai dengan klasifikasi dari JNC VII. Pada pengobatan hipertensi sekunder maka pengobatan dilakukan juga terhadap penyebabnya selain melakukan kontrol terhadap tekanan darah dengan obat-obatan antihipertensi.
Jenis obat-obatan yang diberikan untuk menurunkan tekanan darah adalah golongan diuretik, beta blocker, ACE inhibitor dan Angiotensin II antagonists, calcium channel blocker, alpha 1 blocker, dan vasodilator.
Terapi hipertensi dilakukan tidak hanya dengan obat-obatan tetapi dengan terapi nonfarmakologis sebagai berikut :
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah tekanan darah <140/90 mmHg, kecuali untuk pasien dengan risiko tinggi seperti pasien dengan kecing manis atau gagal ginjal di mana target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.