Penyakit riketsia (Rickettsia) adalah infeksi yang disebabkan oleh kelompok bakteri gram negatif dari golongan Rickettsiae, Ehrlichia, Orientia, dan Coxiella. Nama Rickettsia diambil dari seorang peneliti dan juga ahli patologi Amerika, Howard Taylor Ricketts. Beliau akhirnya wafat karena terkena penyakit turunan tifus yang sedang ditelitinya. Meskipun namanya serupa dengan kelainan karena kekurangan vitamin D, yaitu rickets, bakteri Rickettsia bukanlah penyebabnya. Penyakit ini bersifat endemik hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Endemik berarti keadaan suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang frekuensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang lama.
RickettsiaSpesies Rickettsia dapat menyebabkan penyakit seperti Rocky Mountain spotted fever, rickettsialpox dan spotted fever lain, tifus epidemik, dan tifus murine (tifus endemik). Gejala umumnya mulai dari yang ringan seperti demam dengan kulit berbintil-bintil (ruam) kemerahan, mual, muntah, nyeri perut, tekanan darah turun, hingga klinis yang lebih berat seperti peradangan otak, gagal ginjal, dan kegagalan pernapasan. Bakteri biasanya menyerang dan merusak dinding pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran darah ke kulit yang disebut edema. Lama-lama terjadi volume darah berkurang, suplai darah dan nutrisi ke bagian-bagian tubuh terganggu, sehingga nantinya terjadi gangguan fungsi organ.
Penyakit Rocky Mountain spotted feverPenyakit ini dapat menimbulkan angka kematian 20-25% walau sudah diterapi dengan antibiotika yang tepat. Risiko keparahan dan kematian meningkat pada laki-laki, orang lanjut usia, dan orang berkulit hitam yang disertai kekurangan enzim G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase). Infeksi pertama dulu diketahui terjadi di negara bagian Rocky Mountain, Amerika Serikat. Bakteri Rickettsia rickettsii penyebab Rocky Mountain spotted fever ini mampu mengakibatkan kerusakan yang parah pada sel otot halus pembuluh darah, sehingga terjadilah perdarahan.
Rickettsialpox dan spotted fever lainPenyakit epidemik ini ditandai dengan demam, ruam kemerahan, dan matinya jaringan kulit. Kebanyakan penderita ditemukan kelainan ruam kemerahan disertai gelembung berair seperti pada cacar air. Varian lainnya ada Boutonneuse fever dengan ruam kemerahan yang agak meninggi (papular). Demam ini punya banyak nama sesuai wilayah terjadinya, ada yang disebut Kenya tick typhus, Mediterranean spotted fever, South African tick bite fever, North Asian tick typhus, Queensland tick typhus, dan Oriental spotted fever.
Tifus epidemik (Brill-Zinsser disease)Serangan bakteri Rickettsia prowazekii memiliki masa laten (penderita terinfeksi, tapi tidak menunjukkan gejala apa-apa) di antara masa epidemiknya. Saat daya tahan tubuh penderita menurun, demam tifus bisa muncul lagi dengan nama Brill-Zinsser disease (relapsing louse-borne typhus).
Laki-laki sering disebut lebih berisiko kemungkinan karena terkait dengan kebiasaan melancong atau karena pekerjaan yang berhubungan dengan habitat serangga penyebab. Pada spotted fever, wanita justru kurang rentan karena diduga terkait daya protektif dari hormon kewanitaan.
Berdasarkan reaksi serologi atau kekebalan serumnya, Rickettsia dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tifus (tifus epidemik, tifus endemik (tifus murine)), scrub typhus, dan spotted fever.Belakangan ini scrub typhus dimasukkan dalam jenis baru yang disebut Orientia. Jadi kini lebih sering disebut dua kelompok besar yaitu tifus dan spotted fever. Bakteri Rickettsia, kecuali pada kasus Q fever, termasuk zoonosis, bisa ditemukan di binatang dan menularkannya ke manusia.
Bakteri spesies Rickettsia dan Orientia bisa ditemukan di binatang atau serangga kecil kelompok artropoda, yaitu sejenis tungau, kutu, tuma, atau caplak yang terinfeksi. Bakteri ini bisa juga ditemui di kotoran yang mengandung binatang-binatang terinfeksi tersebut.
Bakteri Rickettsia rickettsii adalah penyebab Rocky Mountain spotted fever. Rickettsialpox disebabkan oleh infeksi bakteri Rickettsia akari. Bakteri ini sering ditemukan pada tikus sebagai pembawa. Boutonneuse fever disebabkan oleh bakteri Rickettsia conorii yang memiliki hubungan dekat dengan Rickettsia rickettsii. Bakteri penyebab spotted fever lainnya di beberapa wilayah yang tersebar di seluruh dunia, dinamai sesuai geografisnya, misalnya ada Rickettsia sibirica (Asia Utara), Rickettsia australis (Queensland), Rickettsia japonica (Asia).
Penyakit tifus epidemik disebabkan oleh Rickettsia prowazekii. Epidemik terjadi di musim dingin di area pegunungan seperti Himalaya, Meksiko, Amerika Tengah, dan Afrika. Tifus endemik atau Murine typhus disebabkan oleh Rickettsia typhi yang sering terdapat pada tikus dan kutunya. Bakteri Orientia tsutsugamushi terdapat pada tungau muda yang disebut chigger.
Bakteri Ehrlichia sering ditemukan di rusa atau kijang. Bakteri Coxiella sering terdapat di plasenta domba yang terinfeksi berat dan mamalia lainnya, bisa juga ditemukan di susu, urin, dan kotoran mamalia yang terinfeksi.
Rickettsia dan Orientia masuk ke kulit manusia melalui gigitannya atau kontak dengan kotoran di atas, menyebar mengikuti peredaran darah lalu menginfeksi sel-sel tubuh dan membelah diri di sana. Coxiella burnetii ditemukan menginfeksi paru-paru manusia dan mampu menyebar ke sumsum tulang, hati, dan yang lebih jarang, hingga ke katup jantung.
Umumnya penyakit Rickettsia dan penyakit yang menyerupainya masih berespon baik dengan pilihan terapi antibiotika asal tahap pengobatan segera dimulai pada fase awal penyakit. Pada Q fever, pengobatan saat fase akut lebih menunjukkan peluang keberhasilan dibanding sudah memasuki fase kronis seperti pada radang selaput pembungkus jantung yang kronis.
Upaya pencegahan melalui beberapa vaksin telah dikembangkan untuk mencapai tingkat keamanan dan efektivitas yang diinginkan. Sebagian di antaranya dianggap menemui kegagalan. Antibiotika sendiri bukan untuk pencegahan. Karena infeksi sering berisiko terhadap para pelancong, peringatan diberikan untuk selalu waspada jika memasuki daerah endemik.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyarankan untuk mengurangi risiko terjangkit penyakit Rickettsia dengan cara hindari kontak dengan artropoda penyebab seperti tungau, kutu, tuma, atau caplak, termasuk mewaspadai hewan-hewan peliharaan yang terinfeksi seperti anjing dan kucing. Gunakan repellent serangga, pakaian yang protektif, dan cepat memeriksa diri setelah mengunjungi area yang terbukti endemis. Hal ini lebih ditekankan lagi bagi orang yang berisiko seperti mereka yang memiliki kekebalan tubuh alami rendah.