Media atau jejaring sosial (social media) adalah sebuah istilah yang sedang populer saat ini. Pengembang aplikasi seolah berlomba untuk menawarkan ekosistem sosial untuk dihuni. Tiga raksasa penguasa saat ini adalah Facebook, Twitter, dan Google+. Dan di antara banyaknya aplikasi media sosial tersebut, muncul sebuah aplikasi bernama Path.
Path dikembangkan oleh sebuah tim berjumlah 25 orang yang dipimpin oleh mantan petinggi Facebook Dave Morin dan salah satu pendiri Napster Shawn Fanning. Hasilnya, sebuah media sosial yang unik dirilis pada bulan November 2010. Tidak seperti tiga raksasa media sosial yang sudah disebut sebelumnya, Path menawarkan jaringan sosial yang lebih personal.
Jika pengguna Facebook dapat memiliki ribuan “Friends”, pengguna Path dibatasi hanya dapat memiliki 150 friends. Batasan tersebut membuat pengguna Path lebih selektif terhadap siapa saja yang ada di jaringannya. Selain itu, setiap postingan yang ada di Path pun memiliki akses terbatas, hanya teman yang dapat melihatnya. Batasan-batasan tersebut membuat jaringan sosial Path lebih personal dan privat.
Selain sifat personal, hal lain yang ditawarkan Path adalah penggunaannya yang mudah dipahami. Pada saat pengguna menjalankan aplikasi, pengguna akan disambut oleh sebuah timeline atau linimasa. Di bagian atas linimasa tersebut adalah foto cover pengguna, dan foto profil yang kecil di tengahnya. Linimasa ditandai dengan sebuah garis vertikal dengan lingkaran-lingkaran kecil yang menandakan moments. Sebuah moment adalah sebuah postingan dari orang-orang di jaringan pengguna, seperti layaknya status di Facebook. Pengguna dapat mengikuti linimasa tersebut dengan menggeser layar ke bawah. Seiring layar yang bergerak, di sisi kanan akan muncul informasi waktu dari masing-masing moment.
Di ujung kiri bawah layar, pengguna akan menemukan sebuah lingkaran merah dengan tanda “+” berwarna putih. Tombol tersebut berfungsi untuk menambah moment pada linimasa, atau dengan bahasa Facebook, untuk meng-update status. Pada saat disentuh, akan muncul sejumlah lingkaran lain di sekitarnya dengan simbol-simbol yang berbeda.
Lingkaran pertama memiliki simbol kamera. Pengguna dapat menggunakannya untuk mengunggah foto ke dalam linimasa Path. Pengguna dapat memilih untuk mengambil foto langsung pada saat itu juga dengan kamera, atau menggunakan foto yang sudah ada sebelumnya. Path juga menawarkan sejumlah filter yang dapat diterapkan pada foto yang akan diunggah, seperti layaknya fitur dari media sosial Instagram.
Lingkaran kedua adalah penanda lokasi. Pengguna media sosial Foursquare pasti familiar dengan fitur ini. Pada saat disentuh, Path akan menggunakan GPS pada perangkat Android untuk menentukan lokasi saat ini, dan informasinya akan langsung ditambahkan ke linimasa.
Lingkaran selanjutnya memiliki simbol notasi musik. Pada saat disentuh, pengguna akan dibawa ke layar lain dengan pertanyaan “Apa yang sedang anda dengarkan?”. Pengguna dapat memasukkan judul lagu atau nama artis yang sedang didengarkan untuk ditambahkan ke linimasa. Selain musik, pengguna juga dapat meng-update linimasa dengan film yang sedang ditonton serta buku yang sedang dibaca. Di linimasa, moment ini akan ditandai dengan simbol yang sesuai untuk musik, buku, dan film.
Lingkaran keempat memiliki simbol tanda kutip dan diberi nama Thought, dimana pengguna dapat menulis apa yang sedang dipikirkan (dengan kata lain: meng-update status). Terakhir, lingkaran dengan simbol bulan sabit merupakan sesuatu yang unik. Pengguna dapat meng-update linimasa pada saat hendak tidur dan setelah bangun.
Fitur lain Path adalah messenger di mana pengguna dapat berbincang dengan teman ataupun dalam sebuah grup. Pada messenger ini ada pula sticker yang dapat dikirimkan via chat, sebuah fitur yang menjadi andalan platform media sosial lain yaitu Line. Sama seperti pada Line, pengguna Path dapat juga membeli bermacam2 sticker yang unik dan menarik.
Dari fitur-fitur yang sudah disebutkan, terlihat bahwa pengembang berusaha menangkap esensi dari media sosial lain dan mengakomodasinya dalam lingkup kemudahan dan personalnya Path. Ada filter foto seperti Instagram, lokasi seperti Foursquare, konsep linimasa seperti Facebook dan Twitter, serta konsep sticker dari Line. Menggabungkan fitur-fitur tersebut dapat berpotensi membuat Path menjadi berantakan, namun pada kenyataannya Path berhasil membuat semuanya menjadi mudah.
Memiliki lebih dari satu media sosial dan menjaganya tetap aktif adalah sebuah tantangan. Jika pengguna baru Path telah aktif di Facebook dan Twitter, akan sulit bagi pengguna tersebut untuk menambah satu tempat lagi untuk berinteraksi dengan jaringan sosialnya. Sebagai pemain baru dalam arena media sosial, Path menawarkan solusi integrasi dengan media sosial lain, yaitu Facebook, Twitter, Tumblr, dan Foursquare. Setiap kali pengguna meng-update linimasa Path, pengguna dapat juga meng-share postingan tersebut ke media sosial lain.
Solusi tersebut membawa keuntungan yang menarik bagi Path. Dengan memposisikan diri sebagai media sosial personal dan privat, pengguna diharapkan untuk menggunakan Path sebagai pilihan utama. Setiap update yang personal dapat diposting di Path saja tanpa di-share, kemudian update yang lebih umum dapat diposting dan di-share ke media sosial lain.
Bagi pengguna yang merasa media sosial Facebook telah menjadi terlalu penuh dan overwhelming, Path adalah sebuah alternatif yang menarik. Meskipun sama-sama berlabel media sosial, Path cenderung lebih terasa seperti sebuah catatan harian yang di-share hanya dalam jaringan sosial orang-orang terdekat. Hanya saja, meskipun penggunanya di seluruh dunia telat mencapai 10 juta orang, belum banyak orang di Indonesia yang menggunakannya sehingga agak sulit meyakinkan teman-teman terdekat untuk ikut bergabung.